Artikel ini juga dimuat di Daring Selasar.com
Beberapa umat muslim memiliki kekhawatiran untuk menginvestasikan sebagian dana yang dimilikinya ke dalam pasar modal karena adanya pemberitaan yang menyatakan bahwa saham itu haram hukumnya. Berbagai artikel yang memberitakan bahwa saham itu haram hukumnya dapat dengan mudah ditemukan dengan hanya mengetikan kata kunci “Hukum Saham” pada laman google. Namun benarkah informasi yang dimuat di dalam artikel- artikel tersebut?
Sebagai umat muslim yang bertakwa kita perlu mencari kebenaran hukum halal ataupun haramnya suatu perkara berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadist. Namun seiring perjalanan zaman, terdapat beberapa perkara yang belum diterangkan secara gamblang oleh kedua sumber tersebut seperti hukum merokok, hukum narkoba ataupun hukum berinvestasi di pasar modal.
Oleh karena itu, kita perlu mengacu pada pendapat para ulama yang memiliki pengetahuan agama yang memadai dalam memutuskan perkara tersebut. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bisa menjadi rujukan utama bagi umat muslim Indonesia untuk menentukan hukum halal ataupun haramnya suatu perkara yang belum dijelaskan secara gamblang di dalam Al Qur’an dan Al Hadist.
MUI perlu menjadi rujukan utama sebab lembaga ini terdiri atas para ulama, zu’ama dan juga cendekiawan Islam di Indonesia yang dipercaya memiliki kemampuan untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Ketentuan yang dikeluarkan oleh MUI (fatwa MUI) diharapkan mampu memberikan penerangan atas masalah-masalah, yang belum dijelaskan secara gamblang di dalam Al Qur’an dan Al Hadist, secara lebih komprehensif karena berasal dari hasil pemikiran para pemuka agama (ulama dan zu’ama) serta cendikiawan muslim.
T: Bagaimana hukum berinvestasi saham di dalam pasar modal?
J: Merujuk pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 80/DSN-MUI/III/2011, maka hukum berinvestasi saham di pasar modal halal asalkan kita sebagai investor memenuhi 2 syarat. Syarat pertama adalah investor hanya boleh berinvestasi pada saham- saham yang mendapatkan label syariah. Dan syarat kedua adalah investor tersebut harus menerapkan prinsip syariah dalam berinvestasi saham.
T: Apa saja saham- saham yang mendapatkan label syariah?
J: Daftar saham di Bursa Efek Indonesia yang mendapatkan label syariah harus mengacu pada Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh OJK secara periodik yaitu setiap tanggal 1 Juni dan 1 Desember. Oleh karena itu kita perlu melakukan pengecekan secara berkala apakah saham yang kita miliki dalam berinvestasi masih dikategorikan sebagai efek syariah.
T: Mengapa kita harus melakukan pengecekan saham investasi kita secara berkala?
J: Suatu saham dikategorikan sebagai efek syariah apabila memenuhi 2 syarat utama. Syarat pertama menilai faktor bisnis yang dijalankan oleh emiten saham tersebut. Dalam menjalankan bisnisnya, emiten saham tersebut harus bebas dari perjudian dan sejenisnya, perdagangan yang dilarang, jasa keuangan ribawi, jual beli yang mengandung unsur gharar(ketidakpastian) dan/ atau maisir(judi), proses produksi ataupun distribusi barang haram dan juga bebas dari transaksi suap.
Setelah lolos syarat pertama, emiten tersebut selanjutnya dinilai dari segi keuangannya. Emiten tersebut harus memenuhi dua kriteria keuangan yaitu rasio hutang berbasis bunga dibandingkan total aset harus ≤ 45% dan rasio pendapatan non- halal dibandingkan total pendapatan harus ≤ 10%. Penjelasan lengkap mengenai persyaratan saham syariah di dasarkan pada Peraturan No IX.A.13 untuk emiten aktif dan Peraturan No II.K.1 untuk emiten pasif.
T: Bagaimana cara menerapkan prinsip syariah dalam berinvestasi saham agar aktivitas investasi yang dilakukan halal hukumnya?
J: Aktivitas investasi saham harus didasarkan dengan niat baik seperti menghindari tindakan manipulasi yang dapat merugikan pihak lain. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 80/DSN-MUI/III/2011 bagian ketiga poin 3 juga menjelaskan secara rinci aktivitas apa saja yang dilarang dalam aktivitas investasi saham karena tidak sesuai dengan syariat islam.
T: Apa akad yang digunakan dalam transaksi saham di pasar reguler BEI?
J: Akad yang mendasari transaksi saham di dalam pasar sekunder adalah Ba’i Al Musawamah. Ba’i Al Musawamah adalah akad jual beli dengan kesepakatan harga pasar yang wajar melalui mekanisme tawar menawar yang berkesinambungan.
T: Aku masih ragu, adakah dasar lain yang menguatkan diperbolehkannya transaksi jual- beli saham (investasi saham) secara syariah?
J: Para pakar syariah di dunia akuntasi dan audit internasional melalui organisasi AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution) memberikan pernyatan yang menguatkan diperbolehkannya transaksi jual- beli saham secara syariah. Berikut pernyataannya (dalam terjemahan):
- Standard AAOIFI No 21 Poin 3/2
“Diperbolehkan untuk membeli dan menjual saham perusahaan, secara tunai atau pembayaran secara tangguh diperbolehkan, sepanjang aktivitas perusahaan dibolehkan secara syariah tanpa memperhatikan atau untuk tujuan investasi (yaitu tujuan mendapat laba perusahaan-dividend) atau jual beli saham (yaitu dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari perbedaan harga-capital gain).”
- Standard AAOIFI No 21 Poin 3/7
“Diperbolehkan bagi pembeli saham untuk melakukan transaksi atas saham yang telah dibelinya, dengan cara menjual saham tersebut kepada pihak lain atau cara lainnya setelah seleainya formalitas transaksi jual beli dan adanya transfer hak dan kewajiban kepadanya meskipun penyelesaian transaksi (settlement) untuk kepentingannya belum terjadi.
Semoga tulisan ini bisa sedikit memberikan pencerahan dalam memaksimalkan tujuan finansial anda.
Saatnya yang Muda, Cerdas Finansial
No comments:
Post a Comment