Ilustrasi: Uangku kemana aja?? Kok habis T.T
Pernahkah teman- teman merasa bahwa tabungan yang dimiliki masih
minim padahal kalian sudah bekerja cukup lama? Atau kalian merasa bingung
kemana larinya uang penghasilan yang diterima setiap bulannya? Tenang…kalian
tidak sendiri. Pola ini sering dialami oleh para pekerja termasuk teman- teman
saya. Semalam, saya mendengarkan keluhan teman- teman di grup whatsapp yang
menyatakan bahwa mereka masih saja merasa kekurangan. Secara nominal uang yang
dimiliki mereka saat ini jauh lebih besar dibandingkan dengan uang saku yang
diterima saat masih kuliah. Namun kenapa uang tersebut selalu terasa kurang?
Seseorang dengan rentang usia 20an umumnya masih memiliki
penghasilan yang minim karena kita baru saja memasuki dunia kerja. Jikalau
memilih untuk tidak bekerja, sebagian dari kita cenderung memilih untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sehingga kemampuan finansial mereka
masih bergantung pada uang saku orang tua.
Kemampuan finansial yang masih minim tersebut berbanding terbalik
dengan keinginan yang begitu besar. Kita yang dahulunya masih bergantung dengan
uang saku orang tua, mulai merasa berbangga karena mampu menghasilkan uang
dengan jerih payah sendiri. Karena merasa telah bekerja keras menghasilkan
uang, kita merasa bahwa kita perlu menikmati penghasilan tersebut dengan
bersenang- senang. Oleh karenanya, kita cenderung boros untuk membeli berbagai
produk yang sebelumnya hanya bisa dipandang akibat kurangnya uang saku.
Secara teori ekonomi, hal ini sesuai dengan konsep Marginal
Prospensity to Consume (MPC). MPC mengukur proporsi kenaikan konsumsi akibat
kenaikan pendapatan. MPC dihitung dari hasil pembagian antara kenaikan konsumsi
dibagi kenaikan pendapatan.
MPC menyatakan
bahwa seseorang dengan penghasilan rendah cenderung memiliki hasil MPC yang
lebih tinggi. Artinya orang tersebut cenderung untuk membelanjakan sebagian
besar kenaikan penghasilan yang diperoleh. Hal ini disebabkan oleh kondisi
banyaknya kebutuhan yang belum dan perlu dipenuhi. Kondisi tersebut berbanding
terbalik dengan kelompok berpenghasilan tinggi. Mereka cenderung untuk menabung
alih- alih membelanjakan kenaikan penghasilan tersebut.
Untuk menyiasati kecenderungan menghabiskan
penghasilan dengan berbelanja, kita dapat memanfaatkan fasilitas autodebet
untuk membiasakan berinvestasi dan menabung. Autodebet merupakan fasilitas
penarikan dana dari rekening tabungan secara berkala untuk dialokasikan sesuai kebutuhan.
Penarikan dana tersebut dilakukan secara otomatis oleh bank sesuai ketentuan
yang kita tetapkan di awal seperti ketentuan nominal dan tanggal penarikan
dana. Oleh karenanya, kita dapat mengatur penarikan dana pada tanggal setelah
perolehan gaji.
Dana tersebut dapat disisihkan
baik itu ke dalam tabungan berjangka ataupun investasi seperti reksadana. Tidak
ada yang lebih baik diantara keduanya. Semua metode penyisihan tersebut asalkan
pemilihannya disesuaikan dengan tujuan yang diinginkan. Sebagai contoh, apabila
Anda bertujuan untuk menyiapkan sejumlah dana tertentu dalam kurun waktu
maksimal 1 tahun, maka tabungan berjangka dinilai lebih tepat. Karena kita akan
memperoleh jaminan uang yang akan diperoleh di akhir masa periode. Namun
apabila tujuan penyisihan tersebut dilakukan dalam jangka panjang (lebih dari 1
tahun), maka pilihan investasi reksadana lebih disarankan.
Dengan melakukan penyisihan
secara otomatis, tanda sadar nominal tabungan atau investasi yang kita miliki
akan semakin bertambah. Layaknya lagu menabung yang dipopulerkan oleh Saskia
dan Geofany,”…tang ting tung hey, Jangan dihitung. Tau tau kita nanti dapat
untung J”. Ayo manfaatkan fasilitas autodebet bank untuk membentuk kebiasaan
menabung dan berinvestasi.
Sumber: